Tampilkan postingan dengan label Geografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Geografi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 11 Juni 2016

PROVINSI SUMATERA SELATAN


Peta Provinsi
Peta Provinsi Sumatera Selatan


Sejarah Sumatera Selatan



Sumatera Selatan atau pulau Sumatera bagian selatan yang dikenal sebagai provinsi Sumatera Selatan didirikan pada tanggal 12 September 1950 yang awalnya mencakup daerah Jambi, Bengkulu, Lampung, dan kepulauan Bangka Belitung dan keempat wilayah yang terakhir disebutkan kemudian masing-masing menjadi wilayah provinsi tersendiri akan tetapi memiliki akar budaya bahasa dari keluarga yang sama yakni bahasa Austronesia proto bahasa Melayu dengan pembagian daerah bahasa dan logat antara lain seperti Palembang, Ogan, Komering, Musi, Lematang dan masih banyak bahasa lainnya.

Menurut sumber antropologi disebutkan bahwa asal usul manusia Sumatera bagian selatan dapat ditelusuri mulai dari zaman paleolitikum dengan adanya benda-benda zaman paleolitikum pada beberapa wilayah antara lain sekarang dikenal sebagai Kabupaten Lahat, Kabupaten Sarolangun Bangko, Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Tanjung Karang yakni desa Bengamas lereng utara pergunungan Gumai, di dasar (cabang dari Sungai Musi) sungai Saling, sungai Kikim lalu di desa Tiangko Panjang (Gua Tiangko Panjang) dan desa Padang Bidu atau daerah Podok Salabe serta penemuan di Kalianda dan Kedaton dimana dapat ditemui tradisi yang berasal dari acheulean yang bermigrasi melalui sungai Mekong yang merupakan bagian dari bangsa Monk Khmer.

Provinsi Sumatera Selatan sejak berabad yang lalu dikenal juga dengan sebutan Bumi Sriwijaya; pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan pusat kerajaan Sriwijaya yang juga terkenal dengan kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Nusantara. Gaung dan pengaruhnya bahkan sampai ke Madagaskar di Benua Afrika.

Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya wilayah ini pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari Mancanegara terutama dari negeri China.


Lambang Daerah

Provinsi Sumatera Selatan
Gambar Lambang Provinsi Sumatera Selatan
Arti Lambang Provinsi Sumatera Selatan

Lambang Sumatera Selatan berbentuk perisai bersudut lima. Di dalamnya terdapat lukisan bunga teratai, batang hari sembilan, jembatan Ampera, dan gunung serta di atasnya terdapat atap rumah khas Sumatera Selatan.



Bunga teratai berkelopak lima berarti keberanian dan keadilan berdasarkan Pancasila.

Batang hari sembilan adalah nama lain provinsi Sumatera Selatan yang memiliki sembilan sungai.

Jembatan Ampera merupakan ciri yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan.

Gunung memiliki makna daerah pegunungan yang banyak terdapat di Sumatera Selatan.

Atap khas Sumatera Selatan yang berujung 17 dan 8 garis genting dan 45 buah genting merupakan simbol kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945



Visi Dan Misi




Visi



Dengan mempertimbangkan kemajuan yang telah dicapai pada periode 2008-2013; memperhatikan hasil analisis isu strategis; mengacu visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur yang terpilih untuk masa bakti 2013-2018; mengikuti prioritas pembangunan RPJPD Provinsi Sumatera Selatan 2005-2025; memperhatikan prioritas pembangunan nasional; merujuk pada tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945; serta memperhatikan tujuan pembangunan millenium, maka visi pembangunan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2018 adalah :



“SUMATERA SELATAN SEJAHTERA, LEBIH MAJU DAN BERDAYA SAING INTERNASIONAL”



Penjelasan visi pembangunan Sumatera Selatan 2013-2018 sebagai berikut:


Sejahtera mengarah kepada kondisi kehidupan masyarakat Sumatera Selatan pada semua lapisan yang mampu memenuhi hak dasarnya lebih dari hanya memenuhi kebutuhan dasar, dan sekaligus merasakan suasana yang aman dan nyaman dalam berkehidupan dan berusaha. Hidup sejahtera adalah hidup dalam kelimpahan yang tidak hanya keduniawian, tetapi mampu menempatkan, memanfaatkan dan mengarahkan ke duniawian tersebut menjadi sarana hidup masyarakat yang damai, penuh toleransi, saling mendukung, tertib, disiplin dan profesional yang didukung dengan sumberdaya manusia yang bermutu, handal dan profesional.

Lebih maju adalah keadaan Sumatera Selatan yang semakin maju dan berkembang dalam berbagai dimensi pembangunan meliputi sarana dan prasarana fisik, ekonomi dan sosial. Kemajuan daerah ditandai oleh tingkat kenyamanan, kelancaran dan kemudahan mobilitas orang, barang dan jasa baik untuk kepentingan material maupun spiritual. Sumatera Selatan yang lebih maju juga berarti kondisi daerah yang memiliki infrastruktur ekonomi yang baik, lengkap dan terpadu.

Berdaya Saing Internasional menggambarkan kapasitas dan kapabilitas daerah Sumatera Selatan yang berperanserta secara aktif dalam pergaulan, kerjasama dan hubunganinternasional. Penetrasi yang dilakukan dalam berbagai kesempatan kegiatan skala internasional akan menghadirkan daerah Sumatera Selatan yang menarik untuk menjadi tujuan investasi di berbagai bidang. Terkandung di dalamnya kekayaan sumber daya manusia dan sumber daya alam daerah Sumatera Selatan yang berlimpah, yang masih harus dimanfaatkan secara profesional, inovatif, dan berkelanjutan demi kemakmuran daerah dan kemaslatan masyarakat.



Sumatera Selatan dalam lima tahun ke depan akan mencapai:

Kemakmuran Daerah

Kesejahteraan Rakyat

Eksistensi Sumatera Selatan di lingkup Nasional, Regional dan Internasional



Misi



Berdasarkan visi pembangunan yang telah ditetapkan, misi pembangunan Provinsi Sumatera Selatan



Tahun 2013-2018 adalah sebagai berikut:

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

Memantapkan stabilitas daerah;

Meningkatkan pemerataan yang berkeadilan.

Meningkatkan pengelolaan lingkungan yang lestari dan penanggulangan bencana



Misi 1: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Misi kesatu menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan perlu ditopang oleh pertumbuhan dari sisi pengeluaran dan sisi produksi yang seimbang agar peningkatan jumlah permintaan tidak diikuti oleh tekanan inflasi yang tinggi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi diharapkan akan mendorong (1) peningkatan daya beli masyarakat, (2) peningkatan iklim investasi, (3) peningkatan penyerapan anggaran dan perbaikan kualitas belanja, serta (4) peningkatan daya saing ekspor. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk mendorong (1) peningkatan nilai tambah industri, (2) peningkatan perdagangan antarwilayah, dan (3) peningkatan infrastruktur



Misi 2: Meningkatkan stabilitas daerah

Misi kedua menekankan peningkatan stabilitas daerah melalui 3 (tiga) aspek, yaitu: (1) stabilitas ekonomi dengan menjaga stabilitas harga dan nilai tukar, (2) stabilitas sosial dengan mencegah konflik sosial, melalui (a) pelaksanaan pembangunan dengan mempertimbangkan aspek pemerataan dan keadilan; (b) pelaksanaan mekanisme perencanaan pembangunan partisipatif; dan (c) pelaksanaan program dan kegiatan yang bernuansa membangun harmoni sosial; serta (3) stabilitas politik melalui: (a) pemantapan pertahanan dan keamanandengan membangun kerjasama keamanan dengan berbagai instansi maupun lembaga baik secara formal maupun informal untuk mempermudah penanganan berbagai permasalahan yang semakin komplek; serta meningkatkan peran dan partisipatif aktif masyarakat dalam mengkritisi, menangani kamtibmas, meningkatkan kewaspadaan lingkungan atas berbagai kemungkinan terjadinya aksi kejahatan, terutama kemungkinan terjadinya aksi terorisme; (b) pemantapan pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada dengan mendukung penyelenggaraan Pemilu 2014 dan pemilukada; memelihara kebebasan sipil dan hak-hak politik warga dengan memperhatikan dan menindaklanjuti secara seksama Inpres No.2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri; serta memfasilitasi peningkatan peran dan kapasitas forum-forum komunikasi seperti FKDPM dan FKUB.



Misi 3: Meningkatkan pemerataan yang berkeadilan

Misi ketiga mengutamakan pemerataan yang berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan. Misi meningkatkan pemerataan yang berkeadilan diharapkan akan mendorong (1) pemberdayaan melalui peningkatan partisipasi dan perluasan pemanfaat; (2) peningkatan SDM yang berkualitas berbasis kompetensi, dan (3) penanggulangan kemiskinan difokuskan kepada pengembangan penghidupan yang berkelanjutan dan melakukan sinergi dari seluruh pihak, termasuk kerjasama dan kemitraan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta dan masyarakat.



Misi 4: Meningkatkan pengelolaan lingkungan yang lestari dan pengelolaan bencana

Misi keempat menegaskan pelaksanaan konservasi dan pemanfaatan lingkungan hidup dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang berkelanjutan yang disertai dengan penguasaan dan pengelolaan resiko bencana untuk mengantisipasi perubahan iklim. Misi ini diharapkan akan (1) meningkatkan pengelolaan hutan dan lahan gambut secara lestari untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang berkelanjutan; (2) mengendalikan kerusakan lingkungan, dengan menurunkan pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian sumber-sumber pencemaran; (3) meningkatkan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara terpadu; serta (4) meningkatkan kemampuan penanggulangan bencana melalui: penguatan kapasitas aparatur pemerintah, menjamin berlangsungnya fungsi sistem peringatan dini dan menyediakan infrastruktur kesiapsiagaan



Sekilas Sumatera Selatan



Provinsi Sumatera Selatan sejak berabad yang lalu dikenal juga dengan sebutan Bumi Sriwijaya, pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan pusat kerajaan Sriwijaya yang juga terkenal dengan kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Nusantara. Gaung dan pengaruhnya bahkan sampai ke Madagaskar di Benua Afrika. Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya wilayah ini pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari Mancanegara terutama dari negeri china Pada awal abad ke-15 berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya Kolonialisme Barat, lalu disusul oleh Jepang. Ketika masih berjaya, kerajaan Sriwijaya juga menjadikan Palembang sebagai Kota Kerajaan.

Secara administratif Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 13 (tiga belas) Pemerintah Kabupaten dan 4 (empat) Pemerintah Kota, beserta perangkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemerintah Kabupaten dan Kota membawahi Pemerintah Kecamatan dan Desa / Kelurahan. Pemerintahan Kabupaten / Kota tersebut sebagai berikut :


Kab. Ogan Komering Ulu ( Ibukota Baturaja)

Kab. OKU Timur ( Ibukota Martapura)

Kab. OKU Selatan( Ibukota Muara Dua)

Kab. Ogan Komering Ilir ( Ibukota Kayu Agung)

Kab. Muara Enim ( Ibukota Muara Enim)

Kab. Lahat ( Ibukota Lahat)

Kab. Musi Rawas ( Ibukota Lubuk Linggau)

Kab. Musi Banyuasin ( Ibukota Sekayu)

Kab. Banyuasin ( Ibukota Pangkalan Balai)

Kab. Ogan Ilir ( Ibukota Indralaya)

Kab. Empat Lawang (Ibukota Tebing Tinggi)

Kota Palembang ( Ibukota Palembang)

Kota Pagar Alam ( Ibukota Pagar Alam)

Kota Lubuk Linggau ( Ibukota Lubuk Linggau)

Kota Prabumulih ( Ibukota Prabumulih)

Kab. Penukal Abab Lematang Ilir ( Ibukota Talang Ubi))

Kab. Musi Rawas Utara (Ibukota Rupit)



Jumlah agama yang menjadi bahasan ini hanya meliputi 5 agama yaitu : Islam, Khatolik, Kristen, Budha dan Hindu. Di tahun 2003 persentase pengikut agama Islam sebesar 95,16 persen, Budha 1,53 persen, Khatolik 1,29 persen, Kristen 1,16 persen dan Hindu 0,86 persen.



Hubungan sosial terutama di dasarkan kepada semangat kebangsaan, walaupun dalam kehidupan sehari-hari sangat dipengaruhi oleh adat istiadat, seperti dalam bercakap-cakap atau cara bicara yang sopan.



Pada umumnya penduduk Sumatera Selatan sangat hormat kepada para tamu dan pengunjung yang berasal dari daerah lain.



Gaya hidup mereka sangat dipengaruhi oleh era modernisasi. Sebagian besar penduduk sangat terbuka dalam perilaku mereka terutama dengan aspek positif serta menyambut baik reformasi dan inovasi terutama yang berkaitan dengan konsep pembangunan.



Jumlah desa di Sumatera Selatan sebanyak 343. Dan Jumlah kecamatan sebanyak 149 buah. Dengan jumlah penduduk sekitar 6,7 juta jiwa (3,29 %)



Untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat setiap aparat pemerintahan Sumatera Selatan menegakkan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab. Ciri khas dari pemerintah seperti ini adalah efektif, efisien, transparan, partisipatif, responsif dan accountable dengan indikasi terjalin satu sama lain.


PROVINSI RIAU

Provinsi Riau
Peta Provinsi Riau

INFORMASI UMUM


Sejarah Terbentuknya Provinsi Riau

Secara etimologi, kata Riau berasal dari bahasa Portugis, “Rio”, yang berarti sungai. Riau dirujuk hanya kepada wilayah yang dipertuan muda (Raja Bawahan Johor) di Pulau Penyengat. Wilayah tersebut kemudian menjadi wilayah Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang; dan Riouw oleh masyarakat setempat dieja menjadi Riau.

Riau merupakan penggabungan dari sejumlah kerajaan Melayu yang pernah berjaya di wilayah ini, yaitu Kerajaan Indragiri (1658-1838), Kerajaan Siak Sri Indrapura (1723-1858), Kerajaan Pelalawan (1530-1879), Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913) dan beberapa kerajaan kecil lainnya , seperti Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar dan Kandis.

Pembangunan Provinsi Riau telah disusun melalui Undang-undang darurat  No. 19 tahun 1957 yang kemudian disahkan sebagai Undang-undang No.61 tahun 1958.Provinsi Riau dibangun cukup lama dengan usaha keras dalam kurun waktu hampir 6 tahun 17 November 1952 s/d 5 Maret 1958).

Melalui keputusan Presiden RI pada tanggal 27 Februari tahun 1958 No.258/M/1958, Mr.S.M. Amin ditugaskan sebagai Gubernur KDH Provinsi Riau pertama pada 5 Maret 1958 di Tanjung Pinang oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Sekjen Mr. Sumarman. Lalu berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. Desember /I/44-25 pada tanggal 20 Januari 1959, Pekanbaru secara rsemi menjadi ibukota Provinsi Riau menggatikan Tanjung Pinang.

Berikut, Nama-nama Gubernur Riau dan Periode Jabatannya:

  • Mr. S.M. Amin Periode 1958 – 1960
  • H. Kaharuddin Nasution Periode 1960 – 1966
  • H. Arifin Ahmad Periode 1966 – 1978
  • Hr. Subrantas.S Periode 1978 – 1980
  • H. Prapto Prayitno (Plt) 1980
  • H. Imam Munandar Periode 1980 – 1988
  • H. Baharuddin Yusuf (Plh) 1988
  • Atar Sibero (Plt) 1988
  • H. Soeripto Periode 1988 – 1998
  • H. Saleh Djasit Periode 1998 – 2003
  • H.M. Rusli Zainal Periode 2003 - September 2008 dan periode November 2008 -2013.
  • H. Wan Abubakar MSi Periode September 2008 - Nopember 2008 (Plt. Gubernur, karena Gubernur incumbent mengundurkan diri mengikuti Pilkada Gubernur Riau periode 2008 - 2013)
  • H. M. Rusli Zainal Periode 2008 - 2013
  • Prof.Dr.Djohermansyah Djohan,MA (Plt) Periode 2013 - 2014
  • Drs. H. Annas Maamun Periode Februari 2014 – September 2014
  • Ir. Arsyadjuliandi Rachman. MBA (Plt) Periode 2014 – Sekarang


Visi dan Misi Provinsi Riau


Visi Pembangunan Provinsi Riau

Visi jangka panjang pembangunan Provinsi Riau hingga tahun 2020 merupakan cerminan dari komitmen seluruh masyarakat Riau yang telah disepakati dan ditetapkam berdasarkan Perda Provinsi Riau Nomor 36 tahun 2001 tentang pola dasar pembangunan daerah Provinsi Riau 2001-2005, yakni:

“Terwujudnya Provinsi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan batin di kawasan Asia Tenggara tahun 2020”

Guna melanjutkan visi pembangunan Provinsi Riau diatas, maka disusunlah visi antara pembangunan jangka menengah lima tahun kedua oleh kepala daerah yang kemudian ditetapkan sebagai visi pembangunan jangka menengah (RPJMD) Provinsi Riau tahun 2009-2013, yaitu:

“Terwujudnya pembangunan ekonomi yang mapan dan pengembangan budaya Melayu secara profesional melalui kesiapan Infrastruktur dan peningkatan dalam masyarakat yang agamis”

Guna melanjutkan visi pembangunan Provinsi Riau diatas, maka disusunlah visi antara pembangunan jangka menengah lima tahun kedua oleh kepala daerah yang kemudian ditetapkan sebagai visi pembangunan jangka menengah (RPJMD).

Sebagai gambaran nyata dari penjabaran misi pembangunan Riau 2020, perlu adanya visi 5 tahun agar pada tiap tahap periode pembangunan jangka menengah tersebut dapat dicapai secara optimal. Sehingga dengan adanya pertimbangan terhadap tahapan pembangunan jangka panjang daerah, potensi, permasalahan dan tantangan pembangunan yang dihadapi serta isu-isu strategis, dirumuskanlah visi dan misi pembangunan jangka menengah daerah tahun 2014-2019 sebagai berikut.

“Terwujudnya Provinsi Riau yang maju, masyarakat sejahtera, berbudaya Melayudan berdaya saing tinggi, menurunnya kemiskinan, tersedianya lapangan kerja serta pemantapan aparatur”

Misi Pembangunan Provinsi Riau

Misi pembangunan jangka menengah Provinsi Riau tahun 2014-2019 adalah sebagai berikut :

Meningkatkan Pembangunan Insfrastruktur

Meningkatkan PelayananPendidikan

MeningkatkanPelayananKesehatan

MenurunkanKemiskinan

Mewujudkan Pemerintahan Yang handal dan Terpercayaserta Pemantapan Kehidupan Politik

Pembangunanmasyarakat yang berbudaya melayu, beriman dan bertaqwa

MemperkuatPembangunanPertanian danPerkebunan

MeningkatkanPerlindungan danPengelolaanLingkunganHidup sertaPariwisata

MeningkatkanPeranSwasta dalamPembangunan


LAMBANG PROPINSI RIAU

Provinsi Riau
Gambar Lambang Provinsi Riau


Arti Lambang Provinsi Riau:

Mata Rantai tak terputus yang berjumlah 45, adalah lambang persatuan bangsa dan diproklamirkan pada tahun 1945, yaitu tahun Proklamasi Republik Indonesia.

Padi dan Kapas adalah lambang kemakmuran (sandang pangan), padi 17 butir dan 8 Bunga Kapas merupakan tanggal Proklamasi 17 bulan 8 (Agustus).

Lancang Kuning mengandung, adalah lambang kebesaran Rakyat Riau,

Sogok Lancang berkepala ikan melambangkan bahwa Riau banyak menghasilkan Ikan dan mempunyai sumber-sumber penghidupan dari laut.

Gelombang lima lapis melambangkan Pancasila sebagai Dasar Negara, Republik Indonesia.

Keris berhulu Kepala Burung Serindit, adalah lambang Kepahlawanan Rakyat Riau berdasarkan pada kebijaksanaan dan kebenaran.

KABUPATEN DAN KOTA

Kota Pekanbaru
Kota Dumai
Kabupaten Kampar
Kabupaten Indragiri Hulu
Kabupaten Bengkalis
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Pelalawan
Kabupaten Rokan Hulu
Kabupaten Rokan Hilir
Kabupaten Siak
Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Kepulauan Meranti



LetakGeografis, Luas Wilayah dan Iklim


Provinsi Riau secara georgrafis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategus baik pada masa kini maupun masa yang akan datang karena terletak pada wilayah jalur perdagangan Regional maupun Internasional di Kawasan ASEAN melalui kerjasama IMT-GT dan IMS-GT. Wilayah Provinsi Riau terletak antara 01o05’00’’ Lintang Selatan sampai 02o25’00’’ Lintang Utara dan 100o00’00’’ sampai 105o05’00’’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut.

Sebelah Utara              : Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara

Sebelah Selatan           : Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat

Sebelah Barat              : Provinsi Sumatera Barat

Sebelah Timur : Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka

Letak wilayah Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka dengan luas wilayah ±8.915.016 Ha.Indragiri hilir merupakan kabupaten yng memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas wilayah sekitar 1.379.837 Ha atau sekitar 15,48% dari luas wilayah Provinsi Riau.

Luas Wilayah Provinsi Riau Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2015
NO
KABUPATEN/KOTA
IBUKOTA
LUAS (Ha)
LUAS AREA(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
    Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
Taluk Kuantan
Rengat
Tembilahan
Pangkalan Kerinci
Siak Sri Indrapura
Bangkinang
Pasir Pangaraiyan
Bengkalis
Bagan Siapi-api
Selat Panjang
Pekanbaru
Dumai
520.216
767.627
1.379.837
1.240.414
823.357
1.092.820
722.978
843.720
896.143
360.703
63.301
203.900
5,84
8,61
15,48
13,91
9,24
12,26
8,11
9,46
10,05
4,05
0,71
2,29
-
Provinsi Riau
8.915.016
100,00
Sumber  : Riau dalam Angka Tahun 2014
Ket          : Luas Wilayah tidak meliputi wilayah perairan


Di wilayah daratan Provinsi Riau terdapat 15 sungai yang diantaranya terdapat 4 sungai yang berperan penting sebagai prasarsana perhubungan dengan kedalam antara 6 meter sampai 12 meter, yaitu:

1. Sungai Siak (300 Km) dengan kedalamam 8 – 12 m,

2. Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6 – 8 m,

3. Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m

4. dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6 – 8 m. Sungai-sungai tersebut membelah dari   pegunungan dataran tinggi Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Malaka dan Laut Cina.

Provinsi Riau merupakan wilayah yang beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 35,10C dan suhu minimum berkisar antara 21,80C. Wilayah Provinsi Riau tergolong dalam klasifikasi tidak mudah hingga sangat mudah terbakar dengan Indeks potensi membaranya api berkisar 0 – 330 (rendah – tinggi). Oleh karena itu, wilayah provinsi Riau pada tiap tahunnya selalu ditemukan banyak titik api yang berdampak pada terjadinya bencana kabut asap di sebagaian/seluruh wilayah Provinsi Riau.  Sementara itu, intensitas curah hujan berkisar 1700 mm - 4000 mm/Tahun.

Penduduk

Hingga Juni 2015, total Jumlah Peduduk Riau terus mengalami peningkatan mencapai 5.877.887jiwa lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 sebanyak 5.867.358 jiwa dan tahun 2013 sebanyak 5.831.888 jiwa.

Jumlah Penduduk Provinsi Riau per Kabupaten/Kota Per Juni Tahun  2015
No
KABUPATEN/KOTA
-
TAHUN
-
-
-
2013
2014
2015*
1
Kabupaten Kampar
718.540
722.328
723.169
2
Kabupaten Indragiri Hulu
411.373
416.313
417.069
3
Kabupaten Bengkalis
519.687
522.125
524.182
4
Kabupaten Indragiri Hilir
605.218
610.067
611.609
5
Kabupaten Pelalawan
358.630
360.571
361.333
6
Kabupaten Rokan Hulu
557.213
557.368
558.052
7
Kabupaten Rokan Hilir
623.846
625.642
626.537
8
Kabupaten Siak
403.566
407.093
407.718
9
Kabupaten Kuantan Singingi
321.874
322.843
323.222
10
Kabupaten Kepulauan Meranti
202.457
203.703
204.325
11
Kota Pekanbaru
847.214
855.221
856.256
12
Kota Dumai
262.270
264.084
264.415
-
Jumlah
5.831.888
5.867.358
5.877.887
Sumber: Dinas Tenaga   Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan, Data 2016 (Data Sementara)
Dapat dilihat pada tabel yang disajikan diatas, jumlah penduduk yang terbesar adalah di Kota Pekanbaru berjumlah 856.256 jiwa, diikuti oleh Kabupaten Kampar berjumlah  723.169 jiwa, Kabupaten Rokan Hilir berjumlah 626.537 jiwa, dan Kabupaten Indragiri Hilir berjumlah 611.609 jiwa.




PROVINSI ACEH

Provinsi Aceh
Peta Provinsi Aceh

Sejarah Provinsi Aceh

Daerah Aceh yang terletak di bagian paling Barat gugusan kepulauan Nusantara, menduduki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perniagaan dan kebudayaan yang menghubungkan Timur dan Barat sejak berabad-abad lampau. Aceh sering disebut-sebut sebagai tempat persinggahan para pedagang Cina, Eropa, India dan Arab, sehingga menjadikan daerah Aceh pertama masuknya budaya dan agama di Nusantara. Pada abad ke-7 para pedagang India memperkenalkan agama Hindu dan Budha. Namun peran Aceh menonjol sejalan dengan masuk dan berkembangnya agama islam di daerah ini, yang diperkenalkan oleh pedagang Gujarat dari jajaran Arab menjelang abad ke-9.

Menurut catatan sejarah, Aceh adalah tempat pertama masuknya agama Islam di Indonesia dan sebagai tempat timbulnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Peureulak dan Pasai. Kerajaan yang dibangun oleh Sultan Ali Mughayatsyah dengan ibukotanya di Bandar Aceh Darussalam (Banda Aceh sekarang) lambat laun bertambah luas wilayahnya yang meliputi sebagaian besar pantai Barat dan Timur Sumatra hingga ke Semenanjung Malaka. Kehadiran daerah ini semakin bertambah kokoh dengan terbentuknya Kesultanan Aceh yang mempersatukan seluruh kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di daerah itu. Dengan demikian

Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada permulaan abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu pengaruh agama dan kebudayaan Islam begitu besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, sehingga daerah ini mendapat julukan “ Seuramo Mekkah” (Serambi Mekkah). Keadaan ini tidak berlangsung lama, karena sepeninggal Sultan Iskandar Muda para penggantinya tidak mampu mempertahankan kebesaran kerajaan tersebut. Sehingga kedudukan daerah ini sebagai salah satu kerajaan besar di Asia Tenggara melemah. Hal ini menyebabkan wibawa kerajaan semakin merosot dan mulai dimasuki pengaruh dari luar.

Kesultanan Aceh menjadi incaran bangsa Barat yang ditandai dengan penandatanganan Traktat London dan Traktat Sumatera antara Inggris dan Belanda mengenai pengaturan kepentingan mereka di Sumatera. Sikap bangsa Barat untuk menguasai wilayah Aceh menjadi kenyataan pada tanggal 26 Maret 1873, ketika Belanda menyatakan perang kepada Sultan Aceh. Tantangan yang disebut ‘Perang Sabi’ ini berlangsung selama 30 tahun dengan menelan jiwa yang cukup besar tersebut memaksa Sultan Aceh terakhir, Twk. Muhd. Daud untuk mengakui kedaulatan Belanda di tanah Aceh. Dengan pengakuan kedaulatan tersebut, daerah Aceh secara resmi dimasukkan secara administratif ke dalam Hindia Timur Belanda (Nederlansch Oost-Indie) dalam bentuk propinsi yang sejak tahun 1937 berubah menjadi karesidenan hingga kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia berakhir. Pemberontakan melawan penjajahan Belanda masih saja berlangsung sampai ke pelosok- pelosok Aceh.

Kemudian peperangan beralih melawan Jepang yang datang pada tahun 1942. Peperangan ini berakhir dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tahun 1945. Dalam jaman perang kemerdekaan, sumbangan dan keikutsertaan rakyat Aceh dalam perjuangan sangatlah besar, sehingga Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno memberikan julukan sebagai “Daerah Modal” pada daerah Aceh. Sejak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat, Aceh merupakan salah satu daerah atau bagian dari negara Republik Indonesia sebagai sebuah karesidenan dari Propinsi Sumatera. Bersamaan dengan pembentukan keresidenan Aceh, berdasarkan Surat Ketetapan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1/X tanggal 3 Oktober 1945 diangkat Teuku Nyak Arief sebagai Residen. Kedudukan daerah Aceh sebagai bagian dari wilayah Negara Republik Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan status.Pada masa revolusi kemerdekaan, Keresidenan Aceh pada awal tahun 1947 berada di bawah daerah administratif Sumatera Utara. Sehubungan dengan adanya agresi militer Belanda terhadap Republik Indonesia, Keresidenan Aceh, Langkat dan Tanah Karo ditetapkan menjadi Daerah militer yang berkedudukan di Kutaradja (Banda Aceh sekarang) dengan Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh.

Walaupun pada saat itu telah dibentuk Daerah Militer namun keresidenan masih tetap dipertahankan. Selanjutnya pada tanggal 5 April 1948 ditetapkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1948 yang membagi Sumatera menjadi 3 Propinsi Otonom, yaitu : Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Propinsi Sumatera Utara meliputi keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli Selatan, dengan pimpinan Gubernur Mr. S.M. Amin. Dalam menghadapi agresi militer kedua yang dilancarkan Belanda untuk menguasai Negara Republik Indonesia, Pemerintah bermaksud untuk memperkuat pertahanan dan keamanan dengan mengeluarkan Ketetapan Pemerintah Darurat Republik Indonesia Nomor 21/Pem/PDRI tanggal 16 Mei 1949 yang memusatkan kekuatan Sipil dan Militer kepada Gubernur Militer.

Pada akhir tahun 1949 Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Propinsi Sumatera Utara dan selanjutnya ditingkatkan statusnya menjadi Propinsi Aceh. Teungku Muhammad Daud Beureueh yang sebelumnya sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo diangkat menjadi Gubernur Propinsi Aceh. beberapa waktu kemudian, berdasarkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950 propinsi Aceh kembali menjadi Keresidenan sebagaimana halnya pada awal kemerdekaan. Perubahan status ini menimbulkan gejolak politik yang menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat. Keinginan pemimpin dan rakyat Aceh ditanggapi oleh Pemerintah sehingga dikeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan kembali propinsi Aceh yang meliputi seluruh wilayah bekas keresidenan Aceh.

Dengan dikeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, status Propinsi Aceh menjadi Daerah Swatantra Tingkat I dan pada tanggal 27 Januari 1957 A. Hasjmy dilantik sebagai Gubernur Propinsi Aceh. Namun gejolak politik di Aceh belum seluruhnya berakhir. Untuk menjaga stabilitas Nasional demi persatuan dan kesatuan bangsa, melalui misi Perdana Menteri Hardi yang dikenal dengan nama MISSI HARDI tahun 1959 dilakukan pembicaraan yang berhubungan dengan gejolak politik, pemerintahan dan pembangunan daerah Aceh. Hasil misi tersebut ditindak lanjuti dengan keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959. Maka sejak tanggal 26 Mei 1959 Daerah Swatantra Tingkat I atau Propinsi Aceh diberi status “Daerah Istimewa” dengan sebutan lengkap Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dengan predikat tersebut, Aceh memiliki hak-hak otonomi yang luas dalam bidang agama, adat dan pendidikan. status ini dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.

Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintah pada masa lalu yang menitik beratkan pada sistem yang terpusat dipandang sebagai sumber bagi munculnya ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kondisi yang demikian ini memunculkan pergolakan. Hal ini ditanggapi oleh pemerintah pusat dengan pemberian Otonomi Khusus dengan disahkannya Undang-Undang no. 18 tahun 2002 dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh berubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 46 Tahun 2009 tentang Penggunaan Sebutan Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan alam Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Aceh tertanggal 7 April 2009, ditegaskan bahwa sebutan Daerah Otonom, Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Nomenklatur dan Papan Nama Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), Titelatur Penandatangan, Stempel Jabatan dan Stempel Instansi dalam Tata Naskah Dinas di lingkungan Pemerintah Aceh, diubah dan diseragamkan dari sebutan/nomenklatur "Nanggroe Aceh Darussalam" ("NAD") menjadi sebutan/nomenklatur " Aceh ". Ini dilakukan sambil menunggu ketentuan dalam Pasal 251 UU Pemerintahan Aceh yang menyatakan bahwa nama Aceh sebagai provinsi dalam sistem NKRI, akan ditentukan oleh DPRA hasil Pemilu 2009

Lambang Provinsi Aceh

Provinsi Aceh
Gambar Lambang Provinsi Aceh

Dan berikut arti logo atau lambang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam:
Kupiah (Peci) Aceh berbentuk segi 5 (lima) adalah melambangkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang bermakna falsafah hidup rakyat dan Pemerintah daerah yang disebut PANCACITA yang terdiri dari lima unsur yaitu :
Dacing:  melambangkan Keadilan.
Rencong: melambangkan Kepahlawanan.
Padi, Kapas, dan Cerobong Pabrik: melambangkan kemakmuran.
Kubah Masjid, Kitab dan Kalam: melambangkan Keagamaan dan Ilmu Pengetahuan.
Warna Putih: melambangkan Kemurnian
Warna Kuning: melambangkan Kejayaan.
Warna Hijau: melambangkan Kesejahteraan dan Kemakmuran.

Geografis Aceh

Provinsi Aceh terletak antara 01o 58' 37,2" - 06o 04' 33,6" Lintang Utara dan 94o 57' 57,6" - 98o 17' 13,2" Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2012 Provinsi Aceh dibagi menjadi 18 Kabupaten dan 5 kota, terdiri dari 289 kecamatan, 778 mukim dan 6.493 gampong atau desa.

Batas-batas wilayah Provinsi Aceh, sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah Barat dengan Samudera Indonesia. Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara, sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan Provinsi Sumatera Utara.

Luas Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.290.874 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha. Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha.

Lokasi suaka alam/objek wisata alam di Provinsi Aceh ada di sembilan lokasi, yaitu Taman Buru Linge Isaq, Cagar Alam Serbajadi, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Wisata dan Taman Laut Pulau Weh Sabang, Cagar Alam Jantho, Hutan untuk Latihan Gajah (PLG), Taman Wisata Laut Kepulauan Banyak, dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil.


VISI DAN MISI



VISI


ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN,DAN MANDIRI BERLANDASKAN UUPA SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI

  
Kata-kata yang tergabung di dalam kalimat membentuk visi tersebut, bermakna;Bermartabat dapat diwujudkan melalui penuntasan peraturan-peraturan hasil turunan UUPA dan peraturan perundangan lainnya, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta penegakan supremasi hukum dan HAM, mengangkat kembali budaya Aceh yang islami dan pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

Sejahtera adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat Aceh melalui pembangunan ekonomi berazaskan pada potensi unggulan lokal dan berdaya saing, pengoptimalisasi  pemanfaatan sumberdaya alam dan geopolitik Aceh, peningkatan indeks pembangunan manusia dan mengembangkan kemampuan menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berkeadilan adalah terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang dilakukan secara partisipatif, proporsional dan berkelanjutan berdasarkan prinsip kebutuhan dan azas manfaat bagi masyarakat Aceh.

Mandiri adalah Aceh mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah dan keunggulan geostrategis melalui penguatan kapasitas sumberdaya manusia, efesiensi dan efektifitas anggaran, serta penguasaan teknologi informasi, sehingga bermanfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Aceh.

Berlandaskan UUPA sebagai wujud MoU Helsinki adalah mewujudkan pelaksanaan Pemerintahan Aceh yang efektif dan efesien sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-Undang tersebut guna tercapaianya masyarakat Aceh yang mandiri, makmur dan sejahtera dalam bingkai NKRI.



MISI


Dalam mewujudkan visi Aceh tersebut ditempuh melalui 5 (lima) misi pembangunan Aceh sebagai berikut:


Misi Pertama

Memperbaiki tata kelola Pemerintahan Aceh yang amanah melalui Implementasi dan penyelesaian turunan UUPA untuk menjaga perdamaian yang abadi. Ini bermaksud mewujudkanpenyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan amanah melalui implementasi peraturan-peraturan turunan UUPA. Selanjutnya, peningkatan profesionalisme dan pengelolaan sumber daya aparatur, penguatan sistem pendataan penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan kualitas pelayanan publik melalui efesiensi struktur pemerintahan, membangun tranparansi dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Menjadikan UUPA dan turunan peraturannya sebagai acuan pelaksanaan dan percepatan pembangunan Aceh secara menyeluruh serta mewujudkan perdamaian abadi di Provinsi Aceh;


Misi Kedua

Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Nilai-Nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat adalah membangun masyarakat Aceh yang  beriman, bertakwa, berakhlak mulia, beretika dan berkarakter, dengan mengangkat kembali budaya Aceh yang bernafaskan Islami dalam upaya pengembalian harkat dan martabat masyarakat Aceh.  Mengiplementasikan budaya Aceh dan nilai-nilaiDinul Islam dalam tatanan pemerintahan dan kehidupan  bermasyarakat secara efektif dan tepat.


Misi Ketiga

Memperkuat struktur ekonomi dan kualitas sumber daya manusia adalah mengembangkan kerangka ekonomi kerakyatan melalui peningkatan potensi sektor unggulan daerah dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat secara optimal; menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran dalam memenuhi capaian Millenium Development Goals (MDGs), memperluas kesempatan kerja melalui pembangunan infrastruktur ekonomi sektor riil dan pemihakan kepada UKM dan koperasi. Pembangunan ekonomi yang difokuskan kepada sektor pertanian yang berbasis potensi lokal masing-masing wilayah.Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat Aceh adalah mewujudkan kualitas pelayanan pendidikan melalui peningkatan angka partisipasi sekolah, menurunkan angka buta aksara, meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) dalam berbagai tingkat pendidikan, menurunkan disparitas partisipasi antar wilayah, gender dan sosial ekonomi serta antar satuan pendidikan. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui meningkatnya angka harapan hidup, menurunya angka kematian bayi, menurunnya angka prevalensi gizi buruk serta efektifitas penanganan penyakit menular guna pencapaian MDGs;


Misi Keempat

Melaksanakan pembangunan Aceh yang proporsional, terintegrasi dan berkelanjutan adalah terwujudnya pembangunan daerah yang berbasis kebutuhan dan kemanfaatan melalui perencanaan yang tepat, fokus dan tuntas. Terwujudnya penanganan tata ruang terpadu dalam pelaksanaan pembangunan daerah melalui pembangunan berbasis lingkungan, pengelolaan dan pengendalian bencana, perbaikan sistem dan jaringan sarana dan prasarana transportasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata;


Misi Kelima

Mewujudkan peningkatan nilai tambah produksi masyarakat dan optimalisasi pemanfaatan SDA adalah terwujudnya masyarakat Aceh yang mampu memanfaatkan potensi-potensi sumber daya alam yang berdaya guna dan berhasil guna secara optimal dengan mendorong masyarakat yang lebih produktif, kreatif, dan inovatif.



Letak Geografis
Nama Daerah
Provinsi Aceh
Name of Region
Aceh Province


Status/Status
Otonomi Khusus/Special Region


Letak/Location
01o 58' 37,2" - 06o 04' 33,6" LU/NL

94o 57' 57,6" - 98o 17' 13,2" BT/EL


Luas Wilayah/Area
56 770,81 km2


Ketinggian Rata-Rata
125 M di Atas Permukaan Laut
Average altitude
125 M Above Sea Level


Batas WilayBatas-ah/Borders:

- Sebelah Utara/North
Selat Malaka/Malacca Strait
- Sebelah Selatan/South
Propinsi Sumatera Utara

Sumatera Utara Province
- SebelahTimur/East
Selat Malaka/Malacca Strait
- Sebelah Barat/West
Samudera Indonesia

Indonesian Ocean


Cakupan Wilayah
119 Pulau/Islands
Coverage area
35 Gunung/Mountains

73 Sungai Utama/Rivers


Banyaknya Kabupaten/Kota
18 Kabupaten/Regency
Number of Regency/City
5 Kota/City


Banyaknya Kecamatan/Sub-District
289


Mukim/Mukim
778


Gampong/Village
6 493




KABUPATEN DAN KOTA



Kabupaten Aceh Utara
Kabupaten Pidie
Kota Langsa
Kabupaten Aceh Tengah
Kabupaten Aceh Besar
Kabupaten Pidie Jaya
Kabupaten Aceh Barat
Kabupaten Aceh Singkil
Kabupaten Aceh Barat Daya
Kabupaten Nagan Raya
Kabupaten Bener Meriah
Kota Lhokseumae
Kabupaten Bireueun
Kabupaten Aceh Tamiang
Kabupaten Aceh Jaya
Kabupaten Aceh Selatan
Kota Banda Aceh
Kota Sabang
Kota Subussalam
Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupaten Aceh Timur
Kabupaten Gayo Lues
Kabupaten Simeulue