Senin, 18 Januari 2021

Ini Lut Kucak, Destinasi Wisata Baru di Bener Meriah Aceh

 





Dataran tinggi Tanah Gayo yang terletak di tengah Provinsi Aceh dikenal sebagai penghasil kopi Arabika kualitas terbaik dan terbesar di Asia Pasifik.

Ternyata daerah Gayo ini juga memiliki banyak tempat wisata. Keindahannya tidak kalah dengan tempat wisata di daerah lainnya.

Baru-baru ini Pemerintah Kabupaten Bener Meriah menemukan objek wisata yang begitu indah dan eksotis di wilayah penghasil kopi Arabika Gayo itu.

Wisata baru itu bernama Lut Kucak yang berada di kampung Wak Pondok Sayur, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah. Lut Kucak ini diprediksi akan menjadi daya tarik baru bagi para wisatawan yang melancong ke dataran tinggi Gayo.

Menurut Kadisparpora Kabupaten Bener Meriah Irmansyah, SSTP, MSP, kawasan destinasi wisata baru Lot Kucak tersebut memiliki ketinggian di atas 2000 Meter Dari Permukaan Laut (MDPL) dengan view yang memanjakan para wisatawan yang datang nantinya.

"Wisata baru Lut Kucak yang ada di Kabupaten Bener Meriah ini nantinya akan menjadi 'magnet' baru bagi wilayah ini, dan wisata ini sangat mirip dengan telaga mardina di kaki gunung Lawu Jawa Tengah," kata Irmansyah di ruang kerjanya, Kamis (10/12/2020).

Objek wisata yang berada di kawasan hutan lindung ini mulai di bangun pemerintah daerah setempat telah mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan juga KPH III-Aceh.

"Kawasan Lut Kucak ini akan menjadi kedaulatan bagi masyarakat yang tinggal di sana,"jelasnya.

Selain itu, kawasan Lut Kucak ini sendiri memiliki areal 813 hektare dengan luas kawah danau sekitar 8 hektare persegi. Dengan adanya upaya pemugaran di wilayah tersebut, pihak Pemda Bener Meriah sangat berharap perannya juga bisa mempersempit jalur lintas praktik illegal logging yang selama ini cukup meresahkan masyarakat.

"Kami di sini (Disparpora) hanya sebagai pintu gerbang bagaimana membuka peluang supaya Lut Kucak bisa berkembang sebagai salah satu distinasi wisata yang mampu diandalkan. Peran lintas dinas untuk pengembangan kawasan ini masih sangat diperlukan. Tentunya, semua harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada," ujarnya. 

Minggu, 17 Januari 2021

5 Lokasi untuk Bisa Bercengkerama dengan Satwa Liar Nusantara

 

Indonesia punya beragam satwa khas yang unik dan dilindungi agar tetap lestari sampai kapan pun. Suaka alam jadi salah satu tempat untuk melindungi satwa tersebut. Ternyata, beberapa di antaranya bisa dikunjungi.

Berikut ini 5 destinasi ekowisata di Indonesia yang mana pengunjung bisa berinteraksi dengan satwa dilindungi:

1.       Tangkahan, Sumatera Utara

Jika ingin berinteraksi dengan gajah sumatera yang merupakan spesies gajah terkecil dunia, di sinilah tempatnya. 

Seorang turis asing bermain dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) di kawasan wisata Tangkahan, di Kecamatan Batang Serangan, Langkat. Saat ini, kawasan wisata di zona pemanfaatan TNGL sudah dibuka, seperti Bukit Lawang dan Tangkahan. Namun, untuk memasuki kawasan TNGL masih menunggu persetujuan dari Menteri LHK RI dan nantinya harus menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.


Selain memandikan gajah di sungai, Anda pun bisa menyusuri aliran sungai dengan ban atau perahu. Lokasi ini makin populer setelah digunakan sebagai lokasi video musik Adu Rayu.


2.       Way Kambas, Lampung

Masih seputar tempat berinteraksi dengan para gajah, Taman Nasional Way Kambas juga merupakan wilayah konservasi gajah sumatera. 



Ilustrasi Gajah Sumatera.(Dok. HHWT) Selain naik gajah, Anda pun bisa menyusuri sungai dan safari malam dengan paket wisata yang ditawarkan. Bukan hanya gajah, burung-burung liar di sini pun menarik untuk diamati.

 

3.       Tanjung Puting, Kalimantan Timur

 

Beralih ke Pulau Kalimantan, di sinilah Anda bisa berinteraksi dengan para orangutan. Taman Nasional Tanjung Putting sendiri merupakan tempat konservasi beberapa fauna endemik Indonesia, termasuk orangutan dan bekantan. Selain bertemu oranguatan di Camp Leakey, Anda juga bisa menjelajahi Sungai Sekonyer yang sering dijuluki “Amazon-nya Indonesia”.

 

4.       Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur

 


 Saatnya bermain di air bersama para ubur-ubur di Pulau Kakaban. Selain Kakaban, gugus Derawan terdiri dari tiga pulau besar lain, yakni Sangalaki, Maratua, dan Derawan. Lihat Foto Berenang Bersama Penyu di Derawan(SHUTTERSTOCK )   Selain dapat menyaksikan ubur-ubur di danau Pulau Kakaban, Anda pun bisa menjumpai penyu sisik di pantainya.

 

5.       Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur

 


Hewan endemik purba ini hanya ada di Indonesia, tepatnya di beberapa pulau di dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Lihat Foto Satwa endemik Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur,

 

Sumber Kompas.com 

Sabtu, 16 Januari 2021

Dikira Punah, Lebah Raksasa Ini Ternyata Masih Ada di Indonesia


Lebah raksasa Wallace (Megachile pluto) bukanlah lebah biasa. Ia punya panjang seukuran ibu jari, dengan tubuh empat kali lipat lebih besar dari lebah madu, dan rahang yang mirip seperti milik kumbang.


Meski tercatat sebagai lebah terbesar di dunia, lebah raksasa Wallace telah lama dikira punah oleh ilmuwan. Lebah asli Indonesia itu tak pernah terlihat dalam 38 tahun, sebelum pada akhirnya para ilmuwan menemukannya kembali pada Januari 2019.

“Sungguh menakjubkan melihat 'bulldog terbang' dari seekor serangga yang kami tidak yakin ada lagi,” kata Clay Bolt, seorang fotografer alam yang menemukan kembali lebah raksasa Wallace, dalam sebuah wawancara dengan The Guardian.

“Betapa indah dan besar spesies ini dalam kehidupan, untuk mendengar suara kepakan sayap raksasanya saat terbang melewati kepalaku, ini sungguh luar biasa.”

Bolt sebenarnya tidak sendirian kala menemukan lebah jumbo itu. Bersama dengan tim peneliti biologi dari Amerika Utara dan Australia, ia menemukan lebah raksasa Wallace betina yang hidup di dalam sarang rayap di pohon, sekitar dua meter di atas tanah.

Lebah raksasa Wallace sendiri mendapatkan namanya dari sang penemu, Alfred Russel Wallace. Penjelajah sekaligus ahli biologi asal Inggris itu, pertama kalau menemukan spesies lebah raksasa Wallace pada 1858 ketika mendatangi Pulau Bacan yang terletak di Kepulauan Maluku.

Ketika menemukan lebah tersebut, Wallace mendeskripsikannya sebagai "serangga besar seperti tawon hitam, dengan rahang yang sangat besar seperti kumbang rusa." Namun, setelah lebih dari satu abad Wallace menemukannya, tak ada lagi Megachile pluto yang dilaporkan.

Pada 1981, seorang peneliti serangga asal AS bernama Adam Messer, menemukan beberapa sarang Megachile pluto di Pulau Bacan dan pulau-pulau sekitarnya. Penemuan sarang ini begitu langka sampai penduduk setempat mengatakan bahwa mereka tak pernah melihat sarang semacam itu sebelumnya.

Sebenarnya, menurut laporan The Guardian, seorang ahli serangga telah mengumpulkan satu lebah raksasa Wallace pada tahun 1991. Namun, penemuannya tidak pernah dicatat dalam jurnal ilmiah. Selain itu, pada 2018, lebah raksasa Wallace yang telah mati diketahui terlihat di situs lelang online.

Setelah penemuan Messer, praktis tak ada lagi penemuan lebah raksasa Wallace yang dipublikasi secara ilmiah, hingga kemudian Bolt dan para peneliti gabungan menemukannya. "Kami tidak yakin bagaimana kami akan melakukannya," kata Bolt kepada Earther,. sebuah portal berita lingkungan.

Salah satu gambar pertama lebah raksasa Wallace yang masih hidup. Megachile pluto adalah lebah terbesar di dunia, yang berukuran sekitar 4 kali lebih besar dari lebah madu Eropa. Foto: Clay Bolt via Global Wildlife Conservation© Disediakan oleh Kumparan Salah satu gambar pertama lebah raksasa Wallace yang masih hidup. Megachile pluto adalah lebah terbesar di dunia, yang berukuran sekitar 4 kali lebih besar dari lebah madu Eropa. Foto: Clay Bolt via Global Wildlife Conservation

Hanya ada sedikit informasi lebah raksasa Wallace karena penampakannya yang langka. Jadi, para peneliti pun sulit menentukan daerah mana yang perlu mereka telusuri untuk mencarinya.

Penemuan lebah raksasa Wallace sendiri boleh dibilang untung-untungan. Setelah hampir seminggu tak mendapatkan jejak lebah raksasa Wallace, seorang pemandu lokal bernama Iswan menemukan gundukan rayap di dataran rendah, sekitar delapan kaki dari tanah.

“Dia kemudian menceritakan bahwa dia hampir tidak menyebutkannya kepada kami karena, seperti anggota tim lainnya, dia merasa lelah dan lapar,” cerita Bolt dalam situs web Global Wildlife Conservation.

“Namun, saya akan selamanya bersyukur bahwa dia melakukannya karena saat kami berlari menaiki tanggul menuju sarang, kami segera menyadari bahwa ada lubang di dalamnya, seperti banyak sarang lain yang pernah kami lihat, tetapi yang ini sedikit lebih sempurna. Itu sangat bulat, dan ukurannya hanya seperti yang digunakan lebah raksasa.”

© Disediakan oleh Kumparan

Ketika Iswan memanjat dan mengintip ke dalam lubang, dia mundur ketakutan, kenang Bolt. Iswan mengira dia melihat seekor ular bergerak di lubang tersebut. Ular merupakan hewan yang paling ditakuti Iswan.

Ketika para peneliti kemudian mengecek lubang tersebut, mereka tak mendapatkan adanya ular. Lebih baik daripada itu, mereka menemukan Megachile pluto yang mereka cari.

“Kami pada dasarnya panik setelah bertahun-tahun membuat perencanaan dan hampir putus asa,” kata Bolt.

“Sungguh momen yang luar biasa untuk menyadari bahwa kami datang sejauh ini, orang lain telah mencarinya, dan inilah kami: kotor dan berkeringat dan entah bagaimana kami menemukan serangga ini. Bagi saya, itu adalah momen rasa syukur dan kerendahan hati yang luar biasa bahwa saya menjadi bagian dari momen ini dan tim ini," ucap Bolt.

Lebah langka

Kelangkaan lebah raksasa Wallace diduga kuat disebabkan oleh penggundulan hutan besar-besaran untuk pertanian. Juga, karena badannya yang bongsor itu, mereka tampak langka bagi kolektor hingga mereka sering jadi target buruan.

Saat ini, tidak ada perlindungan hukum terkait perdagangan lebah raksasa Wallace. Oleh karena itu, menurut Robin Moore, seorang ahli biologi konservasi dari Global Wildlife Conservation, penting bagi para pelindung alam untuk membujuk pemerintah Indonesia sadar bahwa lebah raksasa Wallace adalah hewan langka dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi spesies itu dan habitatnya.

“Kami tahu bahwa menyebarkan berita tentang penemuan kembali ini bisa tampak seperti risiko besar mengingat permintaan, tetapi kenyataannya adalah bahwa kolektor yang tidak bermoral sudah tahu bahwa lebah itu ada di luar sana,” kata Moore, kepada The Guardian.

“Dengan menjadikan lebah sebagai andalan konservasi yang terkenal di dunia, kami yakin spesies tersebut memiliki masa depan yang lebih cerah daripada jika kami membiarkannya diam-diam dikumpulkan hingga terlupakan,” pungkasnya.